Menjadi Konsumen Bijak Demi Keberlanjutan Ekosistem Dunia

CRGp-4FUEAE5483Kita semua pasti tidak asing dengan kegiatan berbelanja. Sejak kecil, kita sudah diperkenalkan oleh ibu dengan kegiatan ini, mulai dari menemani ibu belanja ke pasar, hingga jajan cokelat di kedai dekat rumah. Kita sudah menjadi seorang konsumen dari sebuah produk sejak kita lahir. Perilaku konsumsi ini terus berlangsung hingga sekarang dan tak akan pernah terhenti seumur hidup.

Namun tahukah kita bahwa sebagian dari produk-produk yang kita konsumsi, proses produksinya secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan ekosistem dunia? Dengan rajin membeli cokelat, es krim, atau alat kosmetik tertentu, anda  berpotensi menghilangkan habitat satwa di hutan, atau yang lebih parah lagi mendukung kepunahan hewan yang dilindungi!

Ah, pernyataan-pernyataan diatas berlebihan sekali! Mana mungkin saya menjadi penyumbang hilangnya habitat satwa di hutan, apalagi kepunahannya! Lebay! Begitu kebanyakan orang berpikiran.

Namun pada kenyataannya, konsumen memang memiliki kaitannya tersendiri terhadap dampak negatif yang dihasilkan dalam produksi suatu produk. Terutama produk yang dalam proses produksinya menggunakan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit merupakan bahan utama yang banyak digunakan dalam produksi seperti mentega, cokelat, es krim, sabun, hingga kosmetik. Banyak keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh produsen dalam penggunaan minyak kelapa sawit dalam proses produksi, seperti meningkatnya kualitas produk, hingga lebih efisiennya penggunaan minyak kelapa sawit dibandingkan alternatif penghasil minyak nabati lainnya. Seperti yang kita tahu, minyak kelapa sawit ini dihasilkan dari sekian banyak ribu hektar lahan kelapa sawit, dan dalam banyak kasus dengan tak segan pula para pengusaha perkebunan kelapa sawit tega membabat hutan untuk dijadikan area perkebunan yang lebih berpotensi memperkaya saku. Tindakan pengubahan fungsi hutan menjadi areal perkebunan kelapa sawit secara paksa ini tentu merugikan banyak pihak. Pihak yang pertama kali merasakan kerugian adalah satwa penghuni hutan. Mereka akan kehilangan rumah tinggal mereka. Hal ini akan diperparah jika hutan tersebut adalah area tempat tinggal satwa yang dilindungi dan terancam punah. Jelas dipastikan potensi mereka mengalami kepunahan pun semakin besar. Dan dari penjabaran diatas sudah terlihat bagaimana kaitan konsumen dengan dampak negatif yang dihasilkan oleh produsen produk kesayangan mereka. Semakin banyak produk yang mengandung minyak kelapa sawit mereka gandrungi, maka potensi mereka memperluas lahan perkebunan kelapa sawit dan pengubahan fungsi hutan secara paksa juga semakin besar.

Berlebihan banget sih? Lalu bagaimana kami bisa tetap menggunakan minyak kelapa sawit atau menikmati produk yang mengandung minyak kelapa sawit didalamnya jika sedikit-sedikit dikaitkan dengan dampak negatif yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit? Itu kan bukan salah kami. Jika mau menyalahkan, salahkan saja para pengusaha kelapa sawit yang sudah semena-mena mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan memberikan polusi terhadap tanah dan udara! Dan jika penggunaan minyak kelapa sawit menjadi sebuah hal yang kontra dikarenakan dampak negatif yang dihasilkan oleh perkebunannya, kenapa suplai kebutuhan minyak nabati tidak digantikan saja dengan tumbuhan lainnya? Misalnya minyak bunga matahari, atau minyak kacang kedelai?

Ya, tentu ini bukan secara langsung salah konsumen, dan kita pun tak bisa serta merta hidup lepas dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit merupakan bagian dari hidup kita. Tercatat bahwa India, China, Indonesia, dan Eropa merupakan negara yang paling banyak mengkonsumsi minyak kelapa sawit. Dan penggantian penggunaan minyak kelapa sawit menjadi penggunaan minyak nabati dari tumbuhan lain ke dalam proses produksi juga bukanlah solusi yang efisien. Selain minyak kelapa sawit memproduksi 4 hingga 10 kali lebih banyak minyak dibandingkan jenis tumbuhan lainnya, penggantian ini juga akan memberi dampak yang sama. Akan dibutuhkan lebih banyak ekspansi lahan untuk memperluas lahan industri yang akan  menyebabkan kerusakan serius terhadap ekosistem , dan potensi pengubahan fungsi hutan secara paksa akan tetap ada. Belum lagi pertimbangan mengenai para pekerja industri kelapa sawit. Industri kelapa sawit memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, dan tercatat ada lebih dari 4,5 juta orang di Indonesia dan Malaysia yang bekerja dalam industri ini. Kita tidak bisa membiarkan sebagian dari banyak pekerja ini kehilangan pekerjaannya dikarenakan penurunan produksi. Dan hal lain yang menjadi pertimbangan adalah penggantian minyak nabati dalam proses produksi menjadi minyak bukan kelapa sawit tidak akan menghasilkan produk dengan kualitas sebaik menggunakan minyak kelapa sawit. Baik itu dari segi rasa, atau tekstur. Maka yang dibutuhkan bukanlah penggantian bahan baku produksi, melainkan pengawasan terhadap proses produksi minyak kelapa sawit itu sendiri. Dimulai dari regulasi dalam perkebunan kelapa sawit, hingga pemproduksian produk yang menggunakan minyak kelapa sawit didalamnya. Oleh karena itu, dibentuklah sebuah asosiasi yang mengedepankan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Roundtable on Sustainable Palm Oil ini sendiri menurut WWF merupakan satu cara yang diusung untuk menyatukan para pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak kelapa sawit (produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, dan LSM pelestarian lingkungan dan konservasi alam maupun sosial) untuk mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Asosiasi ini juga menjadi wadah pengawasan terhadap produksi-produksi minyak kelapa sawit yang tidak berkelanjutan.

RSPO adalah sebuah metode untuk menyadarkan para produsen agar lebih peduli terhadap lingkungan dan bumi. Dalam RSPO ini terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi sehingga produsen bisa mendapatkan label RSPO pada produk mereka. Di Indonesia sendiri ada lebih dari 100 perusahaan yang telah mendapatkan label RSPO pada produk mereka. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh para anggota ini antara lain memberlakukan praktik berkelanjutan dalam produksi minyak kelapa sawit untuk mengurangi tindakan deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, menghargai kehidupan masyarakat lokal daerah penghasil minyak kelapa sawit, dan lebih memanusiakan para pekerja perkebunan kelapa sawit. RSPO juga menjamin tidak ada hutan primer baru atau kawasan bernilai konservasi tinggi yang akan dikorbankan demi perkebunan kelapa sawit, dan memberlakukan metode yang terbaik dan dapat diterima dalam pengelolahan perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu, sebagai konsumen kita haruslah lebih bijak dalam memilih produk yang hendak dikonsumsi.

Pilih produk yang berlabel RSPO sehingga ini menjamin anda terhindar dari tindakan mendukung bertambahnya dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan oleh lahan kelapa sawit.

Dan mengingat hal yang sedang marak terjadi di Indonesia saat ini, yakni pembakaran hutan, sudah jelas perusahaan-perusahaan tersangka pembakaran hutan tersebut bukanlah anggota RSPO (jika memang motif dibalik pembakaran merupakan untuk ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit).

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s